Jakarta – Bank Indonesia menyatakan sudah menyiapkan sejumlah strategi untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Dua strategi jangka panjang itu adalah pembentukan lembaga khusus kliring sentral transaksi derivatif suku bunga dan nilai tukar yang disebut dengan Central Counterparty untuk Transaksi Derivatif Suku Bunga dan Nilai Tukar (CCP SBNT).
Selain itu, BI juga akan melakukan dedolarisasi melalui Local Currency Transaction (LCT). “Jadi ini adalah upaya yang dilakukan BI dalam jangka menengah panjang, ditambah kami tetap melakukan intervensi, menggunakan BI Rate sebagai policy kami pada saat dibutuhkan,” kata Dewan Gubernur Senior BI Destry Damayanti saat rapat dengan Komisi XI DPR RI.
Destry meyakini kehadiran CCP akan memperdalam pasar keuangan di Indonesia. Di sana, kata dia, akan diperdagangkan mulai dari instrumen repo, Domestic Non Deliverable Forward (DNDF) dan instrumen hedging lainnya.
“Kami sudah merencanakan pada semester II 2024 ini CCP akan mulai diimplementasikan,” katanya.
Destry mengatakan kebijakan LCT juga telah mendapatkan perkembangan yang signifikan. Dia mengatakan jumlah transaksi menggunakan LCT terus bertambah dari waktu ke waktu. Per Mei ini, kata dia, jumlah transaksi menggunakan LCT naik 39% secara year on year. “Posisi di bulan Mei adalah US$ 3,8 miliar,” katanya.
Dia bilang jumlah pelaku LCT juga bertambah dari 2.602 nasabah pada Mei 2023, menjadi 4.386 nasabah pada Mei 2024. Saat ini, kata dia, sudah ada 4 negara yang aktif menggunakan instrumen LCT dalam perdagangan dengan Indonesia, yakni Malaysia, Thailand, Jepang dan Tiongkok.
Dia mengatakan Indonesia juga sudah menandatangani nota kesepahaman dengan Korea Selatan, Singapura dan Uni Emirat Arab. “Kami akan terus tingkatkan untuk LCT ini, tentunya dengan melihat karakteristik hubungan ekonomi kita dengan mitra dan kesiapan bank sentral masing-masing negara,”.